Selasa, 21 Februari 2012

Mengamati Ukiran Kekarangan Pada Bangunan Bali.


Mengamati Ukiran Kekarangan Pada Bangunan Bali.
Pulang selalu menjadi saat yang paling menyenangkan buat saya. Karena bukan saja senang bisa mengobati kerinduan pada keluarga, juga senang karena bisa mengkondisikan kembali jiwa saya pada suasana rumah  yang penuh kedamaian, ketenangan dan kasih sayang. Walau hanya sejenak.  Kembali ke rumah setelah berada  di luar, juga membuat saya lebih perhatian terhadap hal-hal yang dulu tidak pernah saya perhatikan. Salah satunya adalah terhadap ukiran pada batu paras (cadas).  Entah  kenapa sekarang jadi terlihat istimewa di mata saya. Padahal dulu hanya pemandangan sehari-hari yang tidak memiliki keistimewaan apapun.
Tiba-tiba saya terkenang wajah guru menggambar saya waktu di SMP dulu. Beliau mengajarkan bagaimana membuat berbagai Patra (pola, pattern – dalam Bahasa Bali) dan stilir dalam lukisan tradisional Bali. Lebih dari 30 tahun yang lalu. Namun saya masih ingat beberapa pelajarannya. Walaupun sebagian lagi sudah lupa. Pola-pola itu diterapkan juga pada  ukiran-ukiran batu paras (cadas) yang digunakan untuk menyusun bangunan di rumah. Semuanya memiliki patra-patra yang sebagian masih saya ingat namanya, namun sebagian lagi tidak. Saya ingat bagaimana ketika masih kecil saya ikut berjongkok mengamati Sangging (tukang ukir) bekerja,  sambil bertanya ini dan itu mengenai cara mengukir.
Diantara pola seni ukir yang menarik itu adalah apa yang umum di Bali disebut dengan Karang. Karang  atau Kekarangan mengacu pada ukiran dengan bentuk kepala binatang. Kebanyakan Ukiran Kebanyakan kekarangan hanya menggambarkan bagian rahang atas ke atas  dengan posisi yang lebih menonjol dan tidak memiliki rahang bawah. Namun ada juga yang memiliki wajah lengkap (rahang atas & rahang bawah).
Karang Guak
Sesuai dengan namanya – Guak adalah nama burung (Gagak- dalam Bahasa Bali), maka ukiran ini memang berbentuk kepala burung. Tepatnya paruh atas burung ke atas. Karang Guak ini saya temukan diapplikasikan pada sudut-sudut bangunan pada posisi yang lebih tinggi. Barangkali karena Guak adalah burung dan bisa terbang, maka wajarlah jika menempati posisi atas. Burung Gagak disini digambarkan memiliki paruh berbentuk segitiga yang lancip, dilengkapi dengan 3-4 gigi-gigi tajam masing-masing di kiri dan di kanan.
Guak dalam kekarangan ini juga memiliki hidung  dan dahi yang agak menonjol, pipi yang  membulat dan menyatu dengan telinga dan rambut yang distilir. Bola mata yang menonjol dan kelopak mata yang berlipat serta alis mata yang indah dan menarik, terlihat serupa dengan rata-rata pada ukiran kekarangan yang lain. Bagian bawah dari Karang Guak ini digambarkan hanya berupa  dedaunan yang biasa disebut dengan Simbar (karena dianggap mewakili bentuk daun pakis Simbar Menjangan). Posisinya tidak semenonjol bagian atasnya.
Karang Tapel
Tapel, dalam bahasa Bali artinya Topeng (Mask). Pada kekarangan ini, Tapel atau topeng merupakan point utama. Juga hanya digambarkan dari  rahang atas ke atas. Topeng ini,  seperti manusia memiliki  4 gigi seri  yang rata dan sepasang gigi taring yang sedikit lebih panjang dari gigi serinya.  Tapel memiliki bibir yang tebal dan pipi yang bulat, digambarkan dengan cara menarik garis yang melengkung dan membentuk spiral.  Hidung besar sedikit pesek, dengan mata  yang belo. Tapel juga memiliki kelopak mata yang lebar dan alis mata yang tebal. Porsi wajah bagian atas ini memiliki posisi yang lebih menonjol dalam ukiran Bali.
Lalu bagian bawahnya, berupa lidah yang menjulur, disertai dengan sulur dedaunan yang disebut sebagai Pipid atau pidpid.  Pipid dalam bahasa Bali berarti daun pakis Boston. Sulur pipid ini biasanya dibuat bertingkat 3 – 4 jenjang.
Karang Asti.
Karang Asti disebut juga dengan karang Gajah. Bentuknya berupa rahang atas dan juga rahang bawah gajah beserta belalainya. Karang Gajah juga digambarkan memiliki gading, pipi sempit, mata kecil dan telinga yang lebar. Jika kita perhatikan Karang Asti/Gajah biasanya diletakkan di posisi dasar bangunan, dengan pertimbangan bahwa Gajah itu adalah binatang yang besar dan kuat, sehingga mampu menyangga bangunan dengan baik. Karena posisinya yang paling bawah, maka karang Asti menjadi bagian bangunan yang paling berlumut di musim hujan ini.  Saya kesulitan mencari beberapa Karang Asti yang lebih kering agar lebih mudah melihat pola ukirannya, namun sayang basah semua.

Sumber dari http://nimadesriandani.wordpress.com

0 komentar: